Beberapa tahun terakhir, karena tuntutan profesi aku mulai mendalami berbagai macam ilmu perencanaan keuangan. Salah satu bidang yang cukup menarik perhatian adalah ilmu perencanaan waris. Kenapa menarik? Karena aku di besarkan di keluarga kecil nan Bahagia dengan focus orang tua yang menganut prinsip seumur hidup mereka bekerja untuk mencari penghidupan berfokus pada kebahagian dan pendidikan anak, tidak teredukasi untuk persiapan pensiun dan persiapan waris, meskipun ada tabungan asset yang akan dapat dibagi sebagai harta waris. Jika punya rejeki berlebih, Sebagian digunakan untuk libur dan sebagian di tempatkan di deposito, atau pembelian tanah. Investasi di surat berharga atau property bukan lah hal yang akrab untuk mereka.
Dengan belajar lebih jauh tentang perencanaan keuangan, belajar dari apa yang telah dialami orang tua mulai timbul pertanyaan apa seandainya yang akan terjadi klo generasi muda seperti aku gini belajar tentang perencanaan waris? What kind of difference that we can make?
Please think about your legacy, because you’re writing it every day
Gary Vaynerchuck
Teringat dengan sebuah konten yang ga sengaja aku liat tahun lalu yang menginspirasi untuk akhirnya mendokumentasi tulisan dan pemikiran yg seringkali lewat dan sesekali di share lewat edukasi keuangan, Gary Vee memberikan gambaran bahwa jejak hidup kita akan build up somehow kalau kita memiliki habit mendokumentasikannya dengan konsisten. And somehow this kind of action akan menjadi legacy yang bisa kita tinggalkan untuk kalangan yg lebih luas bukan Cuma orang terdekat saja.
Sama seperti perencanaan keuangan, habit harus dibangun dengan konsisten untuk bisa membuahkan hasil, salah satunya adalah dengan terus mengupdate pengetahuan dan secara aktif mereview dan melakukan adjustment sesuai dengan perkembangan penghasilan kita.
Nah.. buat Anak muda seperti aku dan kamu (bagi yg baca dan merasa muda.. hehe) decision yang kita ambil untuk spending akan sangat berpengaruh terhadap seberapa paham kita tentang perlunya perencanaan keuangan. Satu hal yang perlu kita pikirkan adalah kondisi atau posisi kita saat ini. Melihat dari diri aku pribadi, aku masuk dalam klasifikasi Indonesian Middle Class.
INDONESIAN MIDDLE CLASS : OUR PROBLEM WITH LEGACY
Klo dilihat dari definisi, middle class atau golongan menengah ini adalah golongan berdaya, punya pendidikan yang cukup baik, memiliki penghasilan, bahkan mungkin ada diantara kita yang memiliki bisnis. Golongan yang paling besar persentase nya di Indonesia untuk menyumbang pajak demi pembangunan negeri dan pola spendingnya juga sebagai motor aktif penggerak perekonomian Indonesia.
Tapi sayangnya, golongan ini umumnya juga memiliki uang pas-pasan. Hal ini mungkin juga pengaruh bagaimana kita dibesarkan, latar belakang pendidikan yang kita enyam, pergaulan dimana kita berkegiatan social. Dimana semakin rendahnya literasi keuangan yang kita dapatkan, akan mempengaruhi kecenderungan perilaku konsumtif dalam spending.
“WARIS berarti berpindahnya sesuatu (baik material maupun non material) dari satu pihak ke pihak lain”
definisi etimologi
Trus apa hubungannya ama waris? Melihat definisi diatas, dengan literasi keuangan yang rendah dipindahkan dari satu generasi ke generasi lain, artinya kita mewariskan masalah yang sama ke generasi di bawah kita. Apabila perencanaan waris tidak menjadi hal yang di ajarkan di keluarga, atau tidak pernah kita dapatkan dalam pergaulan, maka dapat dipastikan kita akan menuurunkan masalah yang sama pada anak kita.
Nah, untuk menambah khasanah perencanaan keuangan , aku-kamu generasi millennial perlu ambil bagian untuk ga hanya menambah dan memperluas ilmu perencanaan keuangan untuk memperbaiki masa kini yang kita hadapi dan masa depan kita dan buah hati. Mungkin waris bukan prioritas utama yang harus kita sentuh saat pertama mempelajari personal finance, tapi jelas ilmu ini dapat membantu kita untuk lepas dari middle income trap DAN yang terpenting untuk memastikannya tidak menjadi legacy bagi anak-anak kita.
Perlu kita pertimbangkan beberapa hal positif untuk mulai melirik dan belajar tipis-tipis ilmu waris :
- Menghindari tidak produktif, berkurang atau hilangnya asset.
Untuk kamu yang masih muda, aku mau ajuin sebuah pertanyaan.. pertanyaannya simple, kira-kira disaat orang tua meninggal nanti kamu dapet waris ga sih?
Seperti 2 sisi mata uang, ilmu akuntansi – Neraca Keuangan juga memiliki 2 sisi : di satu sisi adalah asset (harta), dan disisi lain liabilities (hutang dan kewajiban). Bukan cuma asset yang di wariskan, hutang pun bisa diwariskan.
Artinya, kita harus bantu diri kita dan orang tua untuk mengecek ulang neraca keuangan, bagaimana posisi nya? Apabila lebih banyak liabilities (hutang dan kewajiban) maka harus kita siapkan rencana untuk membantu pelunasan hutang tersebut, dan amannya harus ditambahkan proteksi – just in case something happened (umur ga ada yg tau) supaya ga jadi beban keluarga yang ditinggalkan.
Trus.. klo posisi asset nya lebih banyak bisa tenang donk? misal saja orang tua kita meninggalkan tanah berhektar-hektar luasnya, ada rumah yg disewakan atau bahkan kost-kostan yang tiap bulan menghasilkan income. Eits.. tunggu dulu, kita tetep harus tau bahwa asset liquid menimbulkan biaya. Tiap tahunnya kita ga akan lepas dari kewajiban sebagai warga negara yang baik untuk bayar pajak kan? Belum lagi asset tersebut harus menemukan pembeli yang tepat untuk dapat dijual dengan harga terbaik, ga cukup menemukan pembeli tapi kita harus mikir lebih jauh.. seandainya asset itu mau dijual udah siap belom dengan biaya pengurusannya ke notaris, biaya untuk pembagian hak untuk saudara atau anggota keluarga yang lain pun harus dibuatkan aktanya (APHB). Pajak, pengecekan legalitas, administrasi pengurusan sampai pembagian, semuanya membutuhkan biaya. Semakin kita punya pengetahuan lebih awal maka kita akan dapat mepersiapkan Langkah-langkah untuk menghindari berkurangnya ayau bahkan hilangnya asset.
- Menjaga hubungan keluarga agar tidak ada perpecahan
Miris ya klo setelah peninggalan orang yg kita cintai harta malah jd sumber masalah. Anehnya, kasus sengketa waris ga melulu milik milliarder, hal ini pun ga sedikit ditemukan di kalangan middle class. Berkaca dr banyaknya pemberitaan tentang sengketa waris, rasanya uang memang akan memperlihatkan belangnya seseorang (ga cuman kucing yg belang2 kan.. hehe).
Seringkali hubungan anak dan orang tua jd ga harmonis gara2 duit, meskipun kita bilang.. ga mungkin laah kita durhaka, adik kaka kita durhaka.. kan kita sekeluarga dibesarkan dengan ajaran yg sama.. oke.. seandainya pun demikian – keluarga inti mungkin ga bermasalah, tapi apa kabar dengan anggota keluarga yg lain yg mungkin menuntut jatah?
- Memastikan asset yang terbagi bermanfaat untuk menyiapkan anak kita menjadi generasi yang bebas dari middle income trap.
Dan hal ini menjelaskan 2 point yg sudah di elaborate sebelumnya, klo tau yang harus dicek dalam waris itu ga melulu harta tapi juga hutang.. jelas kita ga akan jd beban untuk anak-anak nantinya. Jangan sampai pola hidup kita menimbulkan hutang.
Supaya apa yang kita tinggalkan membawa kebahagiaan tentu saja kita ingin meninggalkan asset, namun pemilihan asset seperti apa yang cocok untuk aku dan kamu.. generasi kita yang masih muda, masih membangun karir, belom mapan-mapan banget.. hal ini jadi pertimbangan untuk mengambil keputusa pada saat diversifikasi portfolio asset kita.
- Mempersiapkan kita untuk menjalankan perintah agama akan hukum waris (Agama Islam)
Dalam agama islam diperintahkan untuk melaksanakan dan menyegerakan waris, bukan cuma perintah yang tertera di Al Quran tetapi jg ada hukuman bagi yang melanggar. Belajar dan mempraktekan ilmu waris, adalah jalan untuk melaksanakan perintah-Nya, dan menghindari adzab neraka.
Porsi pembagian pastinya berbeda antara anak laki-laki dan perempuan. Apabila anak meninggal, sementara orang tua masih hidup maka bukan hanya membagi jatah waris pd pasangan yang ditinggal, tetapi ada jatah waris orang tua yg harus dibagi. Belum lagi kita harus paham bahwa ada porsi pembagian untuk masing-masing anggota keluarga dalam pembagian matematika langit yang semua telah tertuang di Al Quran.
Financial success is not hard science. it’s soft skill, where how you behave is more important than what you know
Moegan Housel, The Psychology of Money.
Belajar perencanaan keuangan bukan melulu tentang matematika dalam mengatur budget, tetapi mengajarkan kita untuk membentuk kebiasaan dan perilaku menunda kesenangan sesaat untuk bayaran yang lebih indah dan besar di masa depan.
Leave a Reply