
Setelah lama mengenal coaching lewat bacaan, cerita teman atau sekedar informasi yang bisa saya dapatkan di Youtube dan Podcast, saya memberanikan diri untuk berkomitmen untuk Training dan bersiap mengambil credentials Associate Certified Coach Desember lalu. Dan rasa penasaran saya selama ini bener-bener terjawab dengan praktek secara langsung baik dengan group belajar di Angkatan program yang sama dengan saya, maupun lewat praktek mandiri yang saya jalankan.
Dan dalam praktek mandiri yang saya lakukan, saya bereksperimen untuk mengerucut terhadap satu materi coaching untuk merubah self-limiting mindset dan melakukan perbaikan dan pemberdayaan diri.
PENINGKATAN KUALITAS HIDUP BERDASAR NEUROSCIENCE
Ada pernyataan menarik dari literatur yang pernah saya baca. Neuroscientist menyatakan bahwa otak kita dapat berubah sebagai respons terhadap lingkungan dan pengalaman. Dan otak dapat membentuk koneksi baru dan membuat jalur baru dalam menanggapi pengalaman hidup memiliki implikasi praktis yang luar biasa. Temuan lain yang sama pentingnya adalah bahwa otak juga menghilangkan jalur lama yang tidak berguna. Faktor-faktor ini bersama-sama mempengaruhi perkembangan otak.
Fakta ini cukup berdampak untuk pengembangan diri seseorang maupun dalam skala besar jika kita berbicara dalam kebutuhan berorganisasi. Dengan kemampuan otak manusia untuk Menyusun ulang informasi dan respon terhadap sebuah pengalaman, maka kita juga dapat merekayasa performa seseorang untuk mencapai hasil yang di inginkan.
Masalah yang sering ditemui dalam organisasi berkenaan dengan performa karyawan, bagaimana meningkatkan karyawan dengan kinerja rendah? Apakah memotivasi karyawan dapat memacu mereka untuk memberikan yang terbaik? Atau mengirim mereka training dan membuat mereka berkolaborasi dengan top performer akan membuat mereka belajar dan menghasilkan kinerja yang lebih baik? Saya rasa tidak ada satu jawaban pasti yg bisa menjawab kondisi tersebut.
Pertanyaannya berikutnya apakah mungkin merubah mindset yang sudah lama terbentuk di diri seseorang? Hasil riset neuroscientist menyatakan bahwa pengalaman hidup baru menciptakan neuro connection di otak. Dan menyingkirkan yang tidak relevan adalah bagian penting dari perkembangan otak seperti halnya membentuk neuro connection baru.
Sehingga yang perlu dilakukan adalah kesadaran untuk membentuk pengalaman baru dan mempertahankan pengalaman baru tersebut cukup lama sehingga menjadi kebiasaan dan membentuk neuro connection baru dalam tubuh, dan menghilangkan neuro connection lama. Atau dengan kata lain menciptakan mindset baru atau habit baru dengan menimpa mindset lama atau habit lama.
Karena untuk memahami kenapa manusia melakukan apa yang mereka lakukan, kita perlu mempelajari seni dibalik apa yang mendasari motivasi manusia.
ICEBERG MODEL – SYSTEMIC THINKING
Menarik untuk bisa menjawab kebutuhan tersebut dengan coaching. Karena melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam sesi coaching kita dapat menemukan sumber motivasi seseorang. Dan ketika kita tahu motivasi terbesar seorang untuk melakukan pekerjaannya, maka kita dapat menjamin akuntabilitas yang lebih besar untuk memastikan proses dan hasil coaching berjalan optimal.
Sebut saja rekan saya Bernama Budi, dalam obrolan singkat kami, Budi bercerita bagaimana dirinya ingin sekali lebih asertif dalam pekerjaannya, berdampak bagi departemen tempat dirinya tergabung, dan memiliki peluang untuk mengambil peranan yang lebih besar di dalam atau diluar perusahaan. Dan ga bisa lihat peluang nganggur, langsung saja saya menawarkan diri untuk memberikan sesi coaching pro bono untuk proyek belajar sekaligus memenuhi perjalanan profesi dalam mengambil gelar sebagai Associate Certified Coach.
Dalam eksperimen proses coaching dengan Budi saya menggunakan Iceberg model untuk mengajak Budi berpikir sistemik dan membantu saya mendefinisikan konteks suatu masalah dan membuat koneksi secara menyeluruh untuk mempengaruhi terciptanya suatu outcome yang Budi harapkan. Berpegang pada prinsip yang sama seperti fenomena gunung es, 90% tidak terlihat dan tersembunyi di bawah permukaan.

Acapkali perubahan tidak dapat dilakukan karena kita belum menggali sampai ke akar permasalahan. Sehingga di sesi coaching ini saya mencoba mencari tahu alasan mengapa perubahan belum terjadi, padahal keinginan Budi sudah terdefinisi dengan jelas.
Berikut adalah list pertanyaan yang saya ajukan pada untuk mengetahui motivasi Budi dalam melakukan perubahan:
- Apa tujuan atau harapan dalam karir?
- Apa definisi sukses menurutnya?
- Apa pentingnya menjadi sukses?
- Apa alasan Anda melakukan apa yang Anda lakukan sekarang?
- Apakah definisi sukses sejalan dengan alasan anda untuk sukses?
- Bagaimana Anda melihat diri Anda mencapai itu?
- Seberapa besar komitmen Anda untuk menciptakan perubahan (dari skala 1-10)?
- Apa yang terjadi jika tidak berhasil atau tidak sukses (sisi positif dan negatif)?
- Apa perasaan yang akan dirasakan jika tidak sukses (sisi positif dan negatif)?
- Apa yang Anda lakukan jika hal tersebut terjadi?
- Sebaliknya, apa yang akan terjadi jika Anda sukses (sisi positif & negative)?
Berikut adalah list pertanyaan yang saya ajukan pada untuk menchallenge mindset Budi yang berpikir tidak memiiliki kapasitas untuk “dipercaya” dnegan tanggung jawab yang lebih besar:
- Apa yang selama ini terjadi?
- Apa yang mempengaruhi hal tersebut terjadi?
- Sumber daya apa yang Anda miliki saat ini untuk berubah?
- Sumber daya apa yang Anda butuhkan saat ini untuk berubah?
- Apa yang perlu dilakukan untuk melengkapi sumberdaya yang dibutuhkan?
- Anda perlu menjadi siapa untuk menciptakan perubahan ini?
- Siapa role model yang bisa Anda contoh?
- Siapa yang dapat membantu Anda untuk membantu Anda?
- Siapa yang dapat membantu Anda untuk tetap termotivasi?
- Apa saja yang Anda butuhkan untuk mencapai tujuan tersebut?
- Bagaimana Anda bisa mendapatkan kemampuan tersebut?
- Bagaimana membangun pola kebiasaan untuk menjamin Anda mampu untuk melakukan hal tersebut?
Dari penggalian bersama Budi, saya mendapatkan beberapa kesadaran baru dari Budi :
- Keingingan Budi untuk menjadi lebih baik bukan hanya karena ingin mendapatkan “tanggung jawab lebih”. Tetapi, lebih jauh Budi merasa tanggung jawab memberikan kebanggaan pada orang tua, anak dan istri menjadi daya dorong yang lebih besar sekedar aktualisasi diri.
- Jika sebelumnya Budi merasa tidak cukup baik dalam pekerjaannya, dan tidak cukup capable untuk mendapat kepercayaan lebih. Ternyata dalam proses coaching Budi dapat menarik bukti-bukti bahwa banyak orang yang telah mengapresiasi kerja nya selama ini, banyak perkembangan yang terjadi di dir Budi dari awal bekerja sampai dengan saat ini.
- Budi juga menyadari gap antara situasi yang diinginkan dengan situasi yang dihadapi saat ini, dimana dibutuhkan usaha ekstra untuk mengejar pengembangan diri, menambah kompetensi, dan memperbesar kapasitas untuk dapat dilirik dan diberi kepercayaan lebih dari atasan.
- Pemikiran bahwa selama ini work, family and life seharusnya balance dan selalu merasa bersalah jika harus bekerja after office hour dan weekend karena waktu tersebut adalah waktu bersama keluarga, bergeser menjadi selama tujuan atau nilai-nilai mendasar telah dipenuhi. Maka work, family and life adalah dinamika yang harus dimainkan proporsinya.
- Sehingga Budi sampai pada kesimpulan : dirinya memiliki sumber daya untuk berubah. Hasil akan bergantung pada perubahan yang dilakukan, dan semua ini benar-benar dalam control penuh dirinya.
- Budi hanya perlu menelusuri satu demi satu action plan untuk membawanya selangkah lebih dekat dengan tujuan nya.
Di eksperimen coaching diatas saya mencoba untuk mengembangkan solusi jangka Panjang yang akan membawa ke perubahan identitas dan dapat memberikan dampak secara menyeluruh dan sistemik. Di awal pertemuan dengan Coachee, saya menghabiskan waktu untuk menggali motivasi internal dan eksternal untuk mengetahui “The Why” Coachee dalam melakukan sesuatu. Dalam hal ini Tools Iceberg Model saya gunakan sebagai acuan untuk menggali sumber motivasi.
Di sesi awal, saya sensing dan menangkap Budi mendapatkan beberapa kesadaran baru. Dan banyak sekali action plan yang dapat di jalankan. Namun we play it small (and hopefully it gaining impact exponentially) dan Budi sepakat di 1-3 actionable list untuk dijalankan sebelum pertemuan kami berikutnya.
Seperti yang pernah saya baca tentang hasil penelitian yang dilakukan neuroscientist terhadap orang yang membangun kebiasaan. Seringkali orang gagal membangun kebiasaan karena menekankan intensitas di awal. Padahal seharusnya perlu dilakukan adalah membangun konsistensi, sebelum kemudian menambah intensitas, dan menjadikannya kebiasaan dan permanen. So.. apapun yang berusaha kita ubah, start small and consistent!

“If you can change your habit, You can change your life.”
James Clear
Leave a Reply